Jumat, 05 Oktober 2012

cerpen bahasa indonesia


“Ketidakberuntunganku”
            Pagi yang cerah, matahari mulai menunjukkan senyumnya yang ramah. Seakan memberikan pratanda bagi makhluk hidup untuk memulai aktifitas. Binatang-binatang mencari makan dan para petani pergi ke sawah. Hari itu hari Minggu, keluargaku berencana pergi tamasya.
“Hoam … “ aku terbangun dari mimpi indahku karena mendengar jeritan Tika, adikku yang berusia tiga tahun.
“Mbak, ayo bangun. Mbak, bangun!” teriak Tika.
“ Aaa.. Tika tu ganggu e! aku masih ngantuk!” keluhku.
“Tak tinggal lho .. “ kata Tika seraya keluar kamar.
Di dalam hati aku bertanya-tanya apa yang dimaksud Tika. Kemudian aku ingat. “ Oh iya kan sekarang mau pergi ke JWF!” aku tersentak. Kemudian lari keluar kamar tanpa membereskan tempat terindah berkhayal lewat mimpi. Aku langsung mengambil handuk dan bergegas mandi. Di luar, keluargaku sudah hampir siap berangkat. Maka aku percepat siap-siapnya.
            “Ayo berangkat!” teriak Bita, adikku, setelah semua persiapan selesai dan semua telah siap. Aku sekeluarga berangkat pukul 9 pagi menggunakan mobil. Di perjalanan aku, bita, dan Tika bermain hp dan bernyayi bersama. Saat sampai di lampu merah, aku melihat kecelakaan yang sangat mengerikan. Darahnya tercecer dimana-mana. Melihat kejadian itu aku takut jika itu terjadi padaku. Kemudian aku berkata kepada ayahku “ Yah, hati-hati lho!”
            Sesampainya di JWF (Juwana Water Fantacy). Ibuku langsung menuju loket untuk membeli tiket. Setelah membeli tiket aku dan keluargaku bergegas menuju pintu masuk. Saat di pintu masuk ada petugas yang memberikan cap stempel ke tangan pengunjung.
            “Wow .. bagus banget!” pujiku. Aku terkagum melihat keindahan tempat itu. Pertama masuk, pengunjung langsung disuguhkan dengan air mancur yang indah dan berbagai macam replika tokoh-tokoh kartun yang lucu. Di sana tidak hanya menyediakan kolam renang, tetapi juga menyediakan berbagai macam wahana permainan. Tika dan Bita bergegas ganti baju untuk berenang dan aku bergegas mengambil kamera untuk berfoto-foto. Aku tidak ikut berenang karena aku tidak suka dengan kolam renang yang terlalu terbuka. Tetapi sebenarnya aku ingin, karena iri melihat kegembiraan yang tergambar di wajah kedua adikku bahkan ibuku yang hanya menemani mereka. Aku nyesel banget karena tidak ikut bermain air. Namun buat apa aku sedih di hari yang gembira ini. Maka, aku lupakan masalah itu dan kembali mengambil foto dengan bantuan ayahku, untuk mengisi waktu menunggu adik-adikku selesai berenang.
            Selesai berenang aku mengajak Bita untuk bermain ke wahana permainan. Sedangkan Tika, ibu, dan ayahku menunggu di dekat arena outbound dengan memakan makanan yang dibawa dari rumah. Pertama, aku mengajak Bita ke wahana rumah kaca. Sebalum masuk wahana ada petugas yang menagih tiket kepada kami. Dia berkata jika ingin masuk ke wahana permainan harus menggunakan tiket yang tadi sudah di beli. Saat itu, aku binggung dan takut karena tidak membawa tiket. Karena kami tidak membawa tiket, maka kami bergegas untuk mengambil tiket di tempat oranngtua bersantai.
           
“Lho Dek, enggak jadi masuk?”tanya petugas wahana itu.
“ Mau ngambil tiket, Mbak.” jawabku dengan gugup.
“Oh.. adikknya enggak bawa tiket. Ya udah enggak papa. Tapi nanti enggak boleh ke sini lagi ya.” terang petugas itu.
“Oh iya Mbak. Terima kasih.” jawabku dengan hati berbunga-bunga.
“Mana Dek cap stempelnya? Buat jadi bukti.”
“Oh iya Mbak.” seraya menunjukkan tangan.
“Oke deh.. silahkan masuk.”
“Terima kasih Mbak.”
Setelah selesai bermain di wahana rumah kaca. Aku melanjutkan ke wahana rumah hantu. Awalnya kami ragu, tetapi akhirnya kami masuk juga. Namun sebelum masuk, Bita bertanya.
“Mbak kok kita enggak ambil tiket dulu?”
“Hmm.. enggak papa Dek. Tadikan boleh enggak pakai tiket. Cuma pakai stempel.” jawabku.
Tetapi saat itu bukanlah saat keberuntunganku. Saat kami akan masuk tanpa membawa tiket. Petugas wahana itu tidak mengijinkan kami masuk, hingga memarahi kami. Karena kami takut maka kami bergegas pergi dari tempat itu. Malangnya, saat di jalan aku menabrak anak kecil yang sedang makan es krim hingga es krimnya jatuh. Anak itu menangis, kemudian ibu anak itu memarahiku dan meminta ganti rugi. Perasaaku saat itu adalah takut karena ternyata aku tidak membawa uang sepeserpun. Orang-orang di sekitar kejadian memperhatikan kami. Kemudian aku mengatakan kepada ibu anak itu bahwa aku tidak membawa uang.
“Alah.. alesan. Bilang aja kalau enggak punya uang. Dasar kere.” kata ibu anak itu sambil berlalu.
            “Astaghfirullah …”  jawabku sambil mendesah pelan.
Aku merasa marah dengan perkataan ibu tadi, tetapi aku mencoba bersabar.
            Kami melanjutkan perjalanan menuju tempat orangtua besantai. Akan tetapi, ketidakberuntunganku datang lagi. Saat di jalan, aku terjatuh ke dalam got kecil hingga kakkiku berdarah. Itu terjadi karena aku terburu-buru sehingga tidak terlalu memperhatikan jalan. Aku mengaduh kesakitan karena darah segar keluar dari kakiku tepatnya di lutut. Aku bergegas berdiri agar tidak ada orang yang melihat. Aku kesakitan dan merasa malu. Untung luka itu tertutup oleh rokku. Bita yang melihat kejadian itu menangis sejenak karena iba melihatku.
            Saat sampai di tempat orangtuaku berantai. Aku sedikit lega karena lukaku akan segera terobati. Namun, aku tidak mellihat orangtuaku di sana. Aku dan Bita merasa cemas dan sangat takut.
            “Ya Allah.. ibu sama ayah dimana ya? Ya Allah ada apa lagi ini?” kataku pelan.
            “Mbak coba telepon ibu.” saran Bita.
            “Oh iya .. bener banget kamu Dek.”
Kemudian aku mengambil hp. Akan tetapi ternyata hp aku lobet.
            “Ya Allah Dek gawat. Hp aku mati.” kataku dengan perasaan cemas.
            “Ya udah deh Mbak. Kita cari aja. Tapi gimana kaki Mbak?” tanya Bita.
            “Aku enggak papa kok Dek.” jawabku
            “Beneran?” tanya Bita memastikan
            “Beneran.”
            Kemudian kami mencari dan mencari. Hingga akhirnya ..
            “ Aduh Dek .. aku udah enggak tahan.” keluhku
            “Mbak sabar ya. Mbak Vina duduk dulu aja. Biar aku yang cari.” jawab Bita.
            “Ahh .. kamu enggak papa sendirian?” tanyaku
            “ Enggak papa kok Mbak. Mbak Vina kan kakinya sakit.”
            Setelah beberapa waktu akhirnya orangtuaku berhasil ditemukan. Ibuku menghampiriku.
            “Mana Mbak, yang sakit?” tanya ibuku.
“Ini Bu, lututku. Ibu kok bisa tau? Pasti dikasih tau Bita ya?” tanyaku sambil melihat ke arah Bita.
Bita hanya senyam-senyum menatapku.
“Lho kok bisa sampai kayak gini? Ya Allah .. kamu enggak papa to Mbak Vina.” kata ibuku seraya melihat lukaku.
“Aku enggak papa kok bu.” jawabku
Kemudian aku menceritakan mengenai asal usul lukaku seraya diobati oleh ibuku. Setelah aku diobati, aku dan keluargaku pulang ke rumah karena sudah kecapekan.
“Aku takkan pernah melupakan kenangan ini seumur hidup, biarlah kenangan ini menjadi coretan di memoriku untuk selamanya.”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar